Peradilan Hukum Dalam Peradilan Tata Usaha Negara
DOI:
https://doi.org/10.70826/jsisnu.v1i2.136Keywords:
Peradilan, Hukum, Tata Usaha NegaraAbstract
Abstrak
Peradilan Tata Usaha Negara (TUN) di Indonesia berperan penting dalam melindungi hak-hak individu dan badan hukum dari keputusan administrasi pemerintah yang merugikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme dan efektivitas upaya hukum dalam peradilan TUN, serta tantangan yang dihadapi masyarakat dalam mengakses keadilan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, penelitian ini mengkaji berbagai upaya hukum, seperti perlawanan terhadap penetapan dismissal, banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya pemahaman masyarakat tentang hak-hak hukum mereka, yang disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan akses informasi, menghambat partisipasi dalam proses hukum. Selain itu, mekanisme seperti perlawanan dismissal dan banding terbukti efektif dalam menjaga prinsip checks and balances dalam sistem peradilan, sementara kasasi dan peninjauan kembali berfungsi untuk memastikan konsistensi dan keadilan dalam penerapan hukum. Penelitian ini menegaskan pentingnya edukasi hukum dan akses terhadap informasi sebagai bagian dari peningkatan kualitas keadilan dalam peradilan TUN.
I. PENDAHULUAN
Peradilan tata usaha negara (TUN) di Indonesia berfungsi sebagai mekanisme untuk melindungi hak-hak individu dan badan hukum terhadap keputusan administrasi pemerintah. Dalam konteks ini, upaya hukum menjadi instrumen vital yang memungkinkan masyarakat untuk menantang keputusan yang dianggap merugikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam mekanisme dan efektivitas upaya hukum yang dapat diakses oleh individu atau badan hukum dalam peradilan TUN, serta tantangan yang dihadapi dalam proses tersebut.
Meskipun terdapat berbagai bentuk upaya hukum, seperti gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), banyak masyarakat yang masih kurang memahami hak-hak hukum mereka. Hal ini mengakibatkan rendahnya partisipasi dalam proses peradilan, sehingga keadilan sering kali tidak tercapai. Oleh karena itu, penting untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang memengaruhi pemahaman masyarakat, termasuk tingkat pendidikan, akses informasi, dan sosialisasi mengenai hak-hak hukum.
II. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitiankepustakaan (library research) yaitu serangkaian kegiatan yangberkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka. (Mahmud,2011).Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif.Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, penelitian hukumnormatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara menelitibahan kepustakaan (data sekunder) yang mencakup penelitian terhadapasasasas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitianterhadap keserasian hukum positif, perbandingan hukum, dan sejarahhukum. (Jonaedi Efendi & Johny Ibrahim, 2020) Dalam penelitianskripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research) yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metodepengumpulan data pustaka. (Mahmud, 2011).Penelitian inimenggunakan metode penelitian hukum normatif. Menurut SoerjonoSoekanto dan Sri Mamudji, penelitian hukum normatif merupakanpenelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (datasekunder) yang mencakup penelitian terhadap asasasas hukum,penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap keserasian hukum positif, perbandingan hukum, dan sejarah hukum. (JonaediEfendi & Johny Ibrahim, 2020)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembahasan
A. Perlawanan Penetapan Dismissal 1. Pengertian Dismissal
Dimisaal berasal dari istilah dalam bahasa Arab, yang berarti "sebagai" atau "dalam bentuk." Dalam konteks hukum, istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada posisi atau kedudukan seseorang atau sesuatu dalam hubungan tertentu, baik itu dalam aspek hukum, sosial, atau administrasi. Penggunaan istilah ini mencerminkan konteks di mana hak, kewajiban, atau peran individu atau entitas diakui dan diatur.
Dalam konteks hukum tata usaha negara (TUN), dimisaal merujuk pada kedudukan subjek yang memiliki kepentingan dalam suatu sengketa. Hal ini mencakup individu atau badan hukum yang merasa dirugikan oleh keputusan administrasi pemerintah. Dalam literatur hukum, dimisaal diartikan sebagai peran dan posisi yang dipegang oleh pihak-pihak dalam sengketa, yang berimplikasi pada hak untuk mengajukan gugatan atau tuntutan hukum. Hal ini penting untuk menjaga keadilan dan kepastian hukum dalam proses peradilan.
Perlawanan terhadap penetapan dismissal merupakan langkah hukum yang diambil oleh pihak yang merasa dirugikan akibat keputusan pengadilan yang menghentikan suatu perkara. Dismissal dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti tidak memenuhi syarat formal atau substansial. Dalam konteks hukum, perlawanan ini penting untuk melindungi hak-hak litigasi dan memastikan bahwa setiap pihak memiliki kesempatan untuk mengajukan argumennya sebelum keputusan akhir diambil. Dengan adanya perlawanan, pengadilan dapat meninjau kembali keputusannya dan memberikan keadilan kepada pihak yang terlibat.
2. Tujuan dan Fungsi Perlawanan Penetapan Dismissal
Tujuan utama dari perlawanan penetapan dismissal adalah untuk memperoleh keadilan dan memastikan bahwa proses hukum berjalan secara fair. Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan perlawanan dengan menyertakan bukti-bukti dan argumen yang mendukung posisinya. Misalnya, dalam kasus di mana penggugat mengajukan gugatan namun di-dismiss oleh pengadilan tanpa pemeriksaan substansi, perlawanan memungkinkan penggugat untuk mengemukakan alasan dan bukti yang menunjukkan bahwa gugatan seharusnya diterima. Hal ini penting untuk menjaga integritas sistem hukum.
Fungsi dari perlawanan ini adalah sebagai mekanisme checks and balances dalam sistem peradilan. Dengan adanya perlawanan, pengadilan diharapkan dapat memperbaiki keputusan yang mungkin diambil secara tergesa-gesa atau tanpa mempertimbangkan semua bukti yang ada. Selain itu, perlawanan juga berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas putusan pengadilan, karena pihak yang mengajukan perlawanan memberikan sudut pandang dan informasi tambahan yang mungkin belum dipertimbangkan sebelumnya. Di sisi lain, perlawanan penetapan dismissal juga memberikan kesempatan bagi pengadilan untuk memperbaiki keputusan yang telah diambil. Dalam konteks ini, perlawanan berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan keadilan substantif, memastikan bahwa semua aspek kasus dipertimbangkan dengan cermat. Dalam praktiknya, perlawanan ini tidak hanya berdampak pada kasus individual, tetapi juga memperkuat prinsip-prinsip hukum yang lebih luas, seperti keadilan dan transparansi dalam proses peradilan. Dengan demikian, perlawanan terhadap penetapan dismissal merupakan elemen penting dalam memperkuat keadilan hukum di Indonesia.
B. Permohonan Banding Dalam Hukum
Permohonan banding adalah salah satu upaya hukum yang diberikan kepada pihak yang tidak puas dengan putusan pengadilan tingkat pertama. Proses ini memungkinkan pihak yang merasa dirugikan untuk meminta pengadilan tingkat yang lebih tinggi untuk meninjau kembali putusan tersebut. Permohonan banding dapat diajukan baik dalam perkara pidana maupun perdata, dan biasanya diajukan dalam jangka waktu tertentu setelah putusan diucapkan. Melalui mekanisme ini, diharapkan keadilan dapat dicapai dengan memberikan kesempatan kepada pihak yang kalah untuk memperbaiki posisi hukum mereka.
Ada beberapa jenis permohonan banding yang dapat diajukan, tergantung pada jenis perkara dan alasan yang mendasarinya. Dalam hukum perdata, permohonan banding dapat diajukan jika terdapat kesalahan dalam penerapan hukum atau fakta yang diabaikan oleh pengadilan tingkat pertama. Sementara dalam hukum pidana, banding dapat diajukan atas dasar kesalahan prosedur atau putusan yang dianggap tidak adil. Pihak yang mengajukan banding harus menyertakan bukti-bukti baru atau argumen yang mendukung klaim mereka agar pengadilan banding mempertimbangkan kembali putusan sebelumnya.
Proses permohonan banding juga berfungsi sebagai bentuk pengawasan terhadap keputusan pengadilan tingkat pertama. Dengan adanya banding, diharapkan putusan yang dihasilkan lebih berkualitas dan mencerminkan prinsip keadilan. Pengadilan banding berwenang untuk membatalkan, mengubah, atau menguatkan putusan yang sudah ada. Dalam hal ini, banding tidak hanya menjadi hak bagi pihak yang kalah, tetapi juga merupakan alat untuk memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi dalam proses peradilan.
Dalam hukum, ada beberapa jenis permohonan banding yang dapat diajukan, tergantung pada konteks perkara dan alasan yang mendasarinya. Berikut adalah beberapa jenis permohonan banding yang umum:
1. Permohonan Banding dalam Perkara PerdataPihak yang tidak puas dengan putusan pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan banding untuk meminta pengadilan tinggi meninjau kembali putusan tersebut. Alasan yang sering diajukan termasuk kesalahan dalam penerapan hukum atau fakta yang diabaikan.
2. Permohonan Banding dalam Perkara PidanaDalam perkara pidana, terdakwa atau jaksa dapat mengajukan banding atas putusan yang dinilai tidak adil atau mengandung kesalahan prosedural. Ini termasuk situasi di mana hukuman dianggap terlalu berat atau tidak sesuai dengan bukti yang ada.
3. Banding Terbatas (Limited Appeal)Ini merujuk pada permohonan banding yang hanya mencakup aspek tertentu dari putusan, seperti sanksi atau keputusan mengenai biaya perkara, bukan keseluruhan putusan.
4. Banding Mutlak (Absolute Appeal)Dalam jenis ini, pihak yang mengajukan banding meminta pengadilan tinggi untuk meninjau seluruh putusan pengadilan tingkat pertama, baik dari segi fakta maupun penerapan hukumnya.
5. Banding atas Putusan SelaSetelah permohonan diterima, pengadilan banding akan melakukan pemeriksaan atas dokumen yang disampaikan. Pengadilan dapat meminta keterangan tambahan atau memanggil saksi jika diperlukan untuk memperjelas posisi hukum.Meskipun tidak semua putusan sela dapat diajukan banding, beberapa jenis putusan sementara yang mengubah posisi hukum pihak-pihak dalam perkara dapat menjadi dasar permohonan banding.
Jenis permohonan banding ini memberikan ruang bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk memperjuangkan keadilan dan memastikan bahwa proses peradilan berlangsung secara fair.
Dalam penelitian oleh Prabowo (2020), prosedur permohonan banding dalam perkara hukum dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengajuan Permohonan Banding: Pihak yang tidak puas dengan putusan pengadilan tingkat pertama harus mengajukan permohonan banding ke pengadilan yang lebih tinggi. Permohonan ini biasanya harus disampaikan dalam jangka waktu tertentu, biasanya 14 hari setelah putusan diucapkan. 2. Penyertaan Dokumen Pendukung: Dalam permohonan banding, penggugat atau tergugat harus menyertakan bukti-bukti dan dokumen yang mendukung klaim mereka. Ini mencakup salinan putusan yang akan dibandingi, serta alasan dan argumentasi yang jelas mengenai dasar pengajuan banding. 3. Pemeriksaan oleh Pengadilan Banding: 4. Putusan Pengadilan Banding: Setelah mempertimbangkan semua bukti dan argumen yang diajukan, pengadilan banding akan mengeluarkan putusan. Putusan ini dapat berupa penguatan putusan pengadilan tingkat pertama, pembatalan, atau perubahan putusan.
C. Permohonan Kasasi 1. Pengertian Permohonan Kasasi
Permohonan kasasi merupakan upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan setelah putusan pengadilan tingkat banding. Langkah ini ditujukan untuk meminta Mahkamah Agung meninjau dan menguji kembali putusan tersebut, dengan fokus pada aspek-aspek hukum yang mungkin telah salah diterapkan atau dilanggar. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua keputusan hukum yang dihasilkan oleh pengadilan mengikuti ketentuan yang berlaku, sehingga menegakkan prinsip keadilan.
Penting untuk dicatat bahwa kasasi tidak berfungsi untuk menilai ulang fakta-fakta dalam suatu kasus, tetapi lebih kepada pemeriksaan hukum yang mendalam. Dengan mekanisme ini, diharapkan keputusan yang diambil oleh pengadilan lebih konsisten dan adil, serta dapat menciptakan kepastian hukum bagi semua pihak. Kasasi juga berperan dalam menyatukan penafsiran hukum di seluruh wilayah yuridiksi, sehingga mengurangi potensi terjadinya perbedaan putusan antara pengadilan.
2. Tujuan Pemohonan KasasiTujuan dari permohonan kasasi adalah untuk memastikan bahwa keputusan pengadilan sebelumnya, khususnya yang dikeluarkan oleh pengadilan tingkat banding, telah sesuai dengan hukum yang berlaku. Melalui kasasi, pihak yang merasa dirugikan berusaha untuk mengoreksi kesalahan hukum yang mungkin terjadi dalam putusan tersebut, baik dalam penerapan hukum maupun prosedur yang digunakan. Hal ini bertujuan untuk mencapai keadilan yang lebih tinggi dan menjamin bahwa semua keputusan hukum mencerminkan prinsip-prinsip keadilan. Selain itu, permohonan kasasi juga berfungsi sebagai mekanisme untuk menyatukan penafsiran hukum danmengurangi inkonsistensi dalam putusan antar pengadilan. Dengan adanya kasasi, diharapkan Mahkamah Agung dapat memberikan pedoman dan klarifikasi hukum yang lebih baik, sehingga semua pihak dapat memahami dan mengikuti norma-norma hukum yang berlaku secara konsisten.
3. Proses Permohonan KasasiProses permohonan kasasi dimulai dengan pihak yang merasa dirugikan mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung. Permohonan ini biasanya harus disampaikan dalam waktu 14 hari setelah putusan pengadilan banding diterima. Dalam permohonan tersebut, pihak yang mengajukan kasasi wajib melampirkan dokumen yang mendukung, termasuk salinan putusan yang dihadapi, serta alasan-alasan hukum yang mendasari permohonan kasasi. Hal ini penting untuk memberikan gambaran jelas mengenai kesalahan yang dianggap terjadi pada putusan sebelumnya. Setelah permohonan diterima, Mahkamah Agung akan memeriksa berkas-berkas yang diajukan. Proses ini mencakup analisis terhadap argumen hukum dan bukti yang disertakan. Jika diperlukan, Mahkamah Agung dapat memanggil pihak-pihak terkait untuk memberikan keterangan tambahan. Akhirnya, setelah melakukan pemeriksaan, Mahkamah Agung akan mengeluarkan putusan yang dapat berupa penguatan, pembatalan, atau perubahan terhadap putusan pengadilan tingkat banding. Dalam permohonan kasasi, beberapa hal yang diperlukan antara lain:
a. Identitas Para Pihak: Nama dan alamat lengkap penggugat dan tergugat. b. Putusan yang Dikasasi: Salinan putusan pengadilan tingkat sebelumnya yang ingin diajukan kasasi, termasuk alasan mengapa putusan tersebut dianggap keliru. c. Alasan Kasasi: Penjelasan jelas mengenai alasan hukum yang mendasari permohonan kasasi, seperti kesalahan penerapan hukum atau kekeliruan dalam fakta. d. Bukti Pendukung: Dokumen atau bukti lain yang mendukung alasan kasasi. e. Biaya Kasasi: Bukti pembayaran biaya perkara yang ditentukan. f. Tanda Tangan Pengacara: Jika diwakili oleh pengacara, permohonan harus ditandatangani oleh kuasa hukum.D. Perlawanan Oleh Pihak Ketiga
Perlawanan oleh pihak ketiga dalam konteks hukum seringkali terjadi ketika seseorang atau entitas tidak terlibat langsung dalam suatu perkara, tetapi memiliki kepentingan yang terpengaruh oleh keputusan pengadilan. Pihak ketiga dapat mengajukan perlawanan jika mereka merasa bahwa hak atau kepentingan mereka terancam oleh putusan yang diambil dalam perkara tersebut. Misalnya, dalam kasus sengketa tanah, pihak ketiga yang memiliki klaim atas lahan yang sama dapat mengajukan perlawanan untuk melindungi hak mereka. Hal ini menunjukkan bahwa sistem hukum memberikan ruang bagi pihak ketiga untuk berperan aktif dalam menjaga kepentingan hukum mereka.
Dalam proses perlawanan, pihak ketiga harus mengajukan permohonan resmi kepada pengadilan yang menangani perkara. Permohonan ini biasanya disertai dengan alasan yang jelas dan bukti yang mendukung kepentingan mereka. Pihak ketiga harus membuktikan bahwa keputusan yang diambil dalam perkara utama akan berdampak langsung pada posisi hukum mereka. Proses ini diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku, yang memastikan bahwa perlawanan oleh pihak ketiga dapat dilakukan secara adil dan transparan, serta tidak mengganggu jalannya perkara utama.
Selanjutnya, setelah pengajuan perlawanan, pengadilan akan memeriksa dan memutuskan apakah perlawanan dari pihak ketiga dapat diterima. Jika diterima, pihak ketiga akan diberikan kesempatan untuk berargumen dan menyampaikan bukti di hadapan pengadilan. Ini memberikan kesempatan bagi pihak ketiga untuk menyampaikan pandangannya dan menjelaskan mengapa keputusan dalam perkara utama harus mempertimbangkan kepentingan mereka. Keputusan pengadilan atas perlawanan ini dapat memberikan implikasi yang signifikan, tidak hanya bagi pihak ketiga tetapi juga bagi para pihak dalam perkara utama. Akhirnya, perlawanan oleh pihak ketiga berfungsi sebagai mekanisme penting dalam sistem hukum untuk melindungi hak-hak individu atau entitas yang mungkin terabaikan dalam proses peradilan. Dengan adanya kesempatan untuk berperan serta dalam perkara yang mempengaruhi kepentingan mereka, pihak ketiga dapat memastikan bahwa keputusan pengadilan tidak hanya adil bagi para pihak yang terlibat, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terkena dampak. Hal ini menekankan pentingnya prinsip keadilan dan keterlibatan dalam proses hukum.
E. Pemeriksaan Peninjauan Kembali Dalam Hukum
Pemeriksaan peninjauan kembali (PK) adalah mekanisme hukum yang memungkinkan pihak yang merasa dirugikan oleh suatu putusan pengadilan untuk meminta pengadilan yang lebih tinggi, seperti Mahkamah Agung, untuk meninjau kembali putusan tersebut. Proses ini biasanya dilakukan setelah semua upaya hukum biasa, seperti banding, telah ditempuh. Tujuan utama dari peninjauan kembali adalah untuk memperbaiki kesalahan hukum atau fakta yang mungkin terjadi dalam putusan sebelumnya, serta untuk memastikan keadilan dan kepastian hukum.
Dalam mengajukan permohonan peninjauan kembali, pihak penggugat harus memenuhi beberapa syarat, seperti adanya alasan hukum yang kuat. Alasan ini bisa berupa kekhilafan hakim, adanya bukti baru yang relevan dan tidak diketahui sebelumnya, atau pelanggaran terhadap ketentuan hukum. Permohonan PK harus disertai dokumen yang mendukung serta penjelasan mengapa keputusan sebelumnya dianggap tidak tepat atau tidak adil.
Proses pemeriksaan peninjauan kembali melibatkan pemeriksaan yang cermat oleh Mahkamah Agung, yang akan menilai apakah alasan yang diajukan memenuhi syarat untuk diterima. Jika permohonan PK diterima, pengadilan akan melakukan pemeriksaan terhadap putusan yang disengketakan dan dapat memutuskan untuk membatalkan, mengubah, atau menguatkan putusan tersebut. Keputusan Mahkamah Agung dalam peninjauan kembali bersifat final dan tidak dapat diuji kembali di tingkat hukum manapun.
Pemeriksaan peninjauan kembali merupakan bagian penting dari sistem peradilan, karena memberikan kesempatan bagi individu atau entitas untuk mendapatkan keadilan setelah melalui proses hukum yang mungkin tidak menghasilkan hasil yang memuaskan. Hal ini juga memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil dan konsisten, serta memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Downloads
References
HANDAYANI, R. (2020). "Tujuan dan Manfaat Permohonan Kasasi dalam Hukum." Jurnal Hukum dan Keadilan, 11(2)
HIDAYATI, D. (2021). "Dasar Hukum dan Prosedur Permohonan Banding dalam Perkara Pidana." Jurnal Ilmu Hukum, 9(2)
KURNIAWAN, D. (2021). "Prosedur Permohonan Kasasi dalam Hukum." Jurnal Hukum dan Peradilan, 10(2)
MARDIASMO, M. (2019). Akuntabilitas dan Transparansi dalam Administrasi Publik. Yogyakarta: Andi Offset.
MULYANA, H. (2020). "Pengertian dan Proses Permohonan Kasasi dalam Hukum." Jurnal Hukum dan Peradilan, 9(1)
PRABOWO, R. (2020). "Analisis Permohonan Banding dalam Proses Peradilan." Jurnal Hukum dan Keadilan, 11(1)
PUTRA, R. D. (2020). Pentingnya Perlawanan Pihak Ketiga dalam Proses Peradilan. Jurnal Hukum dan Keadilan, 10(2)
RAHARDJO, S. (2018). Peninjauan Kembali dalam Sistem Hukum Indonesia. Jurnal Hukum dan Pembangunan, 48(2)
RASYID, AHMAD. (2021). "Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal dalam Proses Hukum: Sebuah Tinjauan Hukum." Jurnal Hukum dan Pembangunan, 50(2)
SARI, M. (2019). Perlindungan Hak Pihak Ketiga dalam Hukum Perdata Indonesia. Jurnal Studi Hukum, 12(1)
SETIAWAN, B. (2019). "Perlawanan sebagai Sarana Mewujudkan Keadilan dalam Hukum." Jurnal Penegakan Hukum, 5(3)
SUKARDI, S. (2017). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rineka Cipta.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 kasmaniar Tiara Sabila, Dandi Adrian Zulka, Sultan Baskara

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.